Rabu, 23 Maret 2011

imamah dalam ajaran syiah

BAB I PENDAHULUAN Syiah adalah para pengikut Ali bin Abi Tholib. Mereka berpendapat bahwa Imamah merupakan hak Ali yang ditetapakan berdasarkan wasiat Nabi SAW , mereka meyakini bahwa imamah tidak akan jatuh ketangan orang lain selain keturunan Ali bin Abi Tholib dan jika jatuh ketangan orang lain maka hal itu disebabkan karena kezaliman mereka. Mereka juga berpendapat bahwa permasalahan imamah bukanlah merupakan persoalan kemaslahatan umat yang diperoleh dengan cara pemilihan umum, tetapi merupakan permasalahan pokok dalam agama Islam yang tidak mungkin disembunyikan dan disepelekan oleh rasul-rasul Allah ataupun diserahkan kepada umat. Dalam perkembangannya, syi’ah mengalami perpecahan menjadi beberapa kelompok-kelompok. Kelompok-kelompok tersebut sepakat dalam beberapa hal, antara lain: a. Pengangkatan Imam paska Rasulullah b. Imam-imam syiah itu maksum c. Menolong imam adalah wajib Meskipun kelompok-kelompok syiah sepakat dalam masalah pengangkatan Imam tapi mereka berbeda pendapat mengenahi siapa yang berhak menjadi imam dan permasalahan inilah yang menyebabkan munculnya beberapa mazhab atau aliran dalam kelompok syiah. Agar pembahasan terfokus dan tidak melebar maka kami membatasi dalam makalah ini : 1. Apa yang melatar belakangi munculnya syiah itu ? 2. Apa hukum pengangkatan imamah menurut mereka ? 3. Bagaimana pemikiran mereka tentang Imamah ? BAB II PEMBAHASAN A. Timbulnya golongan syiah Syiah adalah golongan yang mendukung sayyidina Ali k.w. secara khusus . Benih pertama munculnya syi’ah adalah golongan yang berpendapat bahwa setelah Nabi Muhammad wafat keluarga beliau lebih berhak untuk menggantikan beliau . dan keluarga beliau yang paling berhak adalah Al Abbas paman beliau dan Ali anak pamannya . Dalam perkembangan selanjutnya setelah Kholifah Usman terbunuh dan kekholifahan dipegang oleh Ali bin Abi Tholib terjadilah perang siffin antara pasukan Ali bin Abi Tholib dan pasukan Mu’awiyah bin Abi sofyan, dalam peperangan tersebut pihak Ali sebenarnya akan mendapat kemenangan, namun Mu’awiyah bin Abi Shofyan setelah berunding dengan para sahabatnya dan mereka telah menyarankan, pada hari terahir dari perang shiffin untuk mengangkat mushaf – mushaf di ujung tombak sambil menyeruh " ini kitab Alloh azza wa jalla ada di tengah kita, siapa yang berhak mewakili daerah syam selain penduduk syam itu sendiri dan siapa yang berhak mewakili daerah irak selain penduduk irak itu sendiri. Menghadapi hal itu kemudian kelompok Ali terpecah menjadi dua kelompok utama, salah satu dari kedua kelompok tersebut membelot menjadi lawan dan beralih menjadi partai pembangkang, yang berlebih – lebihan dalam mengecam dan memusuhinya, sebagaimana dulu telah berlebih – lebihan dalam kesetiaannya, mereka itulah yang kemudian digelari al- Khowarij.sedang kelompok ke dua tetap loyal dan melipat gandakan kesetiaannya kepada pemimpinnya, kemudian loyalitas ini terus berlanjut dalam sejarah dan generasi sesuai dengan perkembangan event dan peristiwa, serta memunculkan berbagai teori. Dan mereka itulah yang kita sebut akar atau pangkal dari syi'ah . B. Kelompok – kelompok Syi'ah Syi'ah terpecah menjadi berpuluh – puluh kelompok , namun bisa dikelompokkan menjadi 5 firqoh utama, yaitu : 1. Al Kaisaniyah Firqoh ini didirikan oleh Kaisan, Maula Ali bin AbiTholib atau Muhammad bin Ali (al Hanafiyah) dan dibentuk setelah terbunuhnya Husain . Dia menyerukan agar kaum Syiah mendukung Muhammad bin Ali yang terkenal dengan sebutan ibnu Hanafiyah, setelah kematian kedua saudaranya : al Hasan dan al Husein. Dia telah melukiskan gambaran tentang Muhammad ini dengan gambaran yang ajaib. Dia menyatakan bahwa Muhammad telah mewarisi ilmu – ilmu rahasia yang telah diwasiatkan oleh Ali dan dianugerahi segala sifat kesucian. Sejak saat itu mulailah terpatri ide " imamiyah", "al Mahdiyah", "al wishoyah" dan "ar Roj'ah". 2. Al- Zaidiyah Mereka adalah para pengikut Zaid bin Ali bin Husein bin Ali bin Abi Tholib, mereka menggiring keimamahan pada keturunan Fatimah, dan ketika zaid berguru kepada Wasil bin 'Atho' pemimpin muktazilah maka seluruh pengikut Zaid mengikuti faham muktazilah . 3. al Imamiyah Mereka adalah golongan yang berpendapat bahwa Ali bin Abi Tholib adalah yang paling berhak menjadi Imam setelah Rosululloh wafat .Mereka mengatakan bahwa Nabi Muhamad telah menentukan Ali sebagai kholifah kemudian diambilnya begitu saja oleh Abu bakar dan umar, mereka tidak mengakui kedua imam ini dan mencela pemerintahan mereka. Golongan ini memasukkan pengakuan terhadap imam sebagai bagian dari iman. Golongan imamiyah ini kemudian terpecah menjadi kelompok – kelompok yang banyak dan cabang imamiyah yang terpenting adalah imamiyah itsna asy’ariyah mereka percaya bahwa jumlah imam seluruhnya ada dua belas, dan sebagai imam terahir adalah Muhammad bin Abu Muhammad Hasan Al Asykari yang menghilang pada usia lima tahun yang kemudian terkenal dengan sebutan Muhammad al Mahdi al Muntadzor . 4. Ismailiyah Mereka menamakan demikian karena rangkaian imam mereka berhenti pada Ismail ibnu Jakfar siddik. Setelah ismail sebagai imam ketujuh, maka silih berganti imam – imam yang tersembunyi. Menurut mereka imam boleh bersembunyi bila dia merasa tidak kuat menentang lawan. Ketika imam mereka kuat, seperti Ubaidulloh al – mahdi, menampakkan diri dan mendirikan kerajaan fatimiyah di mesir, Tunis dan maroko pada tahun 969 M . Kelompok Ismailiyah biasa dinamakan Batiniyah karena banyak imam – imam mereka yang bersembunyi. 5. al Gholiyah Mereka adalah golongan yang keterlaluan di dalam memberikan hak – hak imam – imam mereka sehingga mengeluarkan mereka dari batas – batas mahluk. Mereka menghukumi imam – imam mereka dengan hukum – hukum ketuhanan terkadang mereka menyamakan imam –imam mereka dengan sifat ketuhanan . C. Imamah dalam pemikiran politik syi’ah Menurut M. Dhiauddin Rais dalam bukunya al-nazariyah al-siyasiyah menjelaskan pengertian imamah yaitu pemerintahan Islam yang legal ( sesuai dengan syara') atau konstitusional . Abul Hasan al Mawardi dalam kitabnya al ahkam assulthoniyah menjelaskan bahwa keimamahan itu diletakkan untuk menggantikan posisi kenabian dalam memelihara agama dan politik keduniawian. Menurut Muhammad Husein Kashif al-Ghita bahwa Imamah adalah suatu jabatan ilahi. Allah yang memilih berasa pengetahuan-Nya yanhg azali menyangkut hamba-hamba-Nya, sebagaimmana Dia memilih nabi. Dia memerintahkan kepada Nabi untuk menunjukkannya kepada umat dan memerintahkannya mereka megikutinya. Mereka percaya bahwa Allah emerintahkan nabi-Nya untuuk menunjuengan tegas Alli dan menjadikannya tonggak pemandu bagi manusia sesudah Beliau. Pada hakikatnya yang pertama kali menulis dalam masalah " keimamahan" secara ilmiyah dan yang pertama berupaya membuktikkan madzab mereka dengan dalil – dali logika atau secara dialektik , sama adanya apakah dalil – dalil tersebut dibangun atas dasar agama- teologi – ataupun aqli, adalah orang orang syiah. Seperti diketahui bahwa ilmu kalam yang khusus membahas aqidah – aqidah agama, muncul sebagai konsekwensi dari diskusi dan perdebatan yang terjadi antara syiah, muktazilah, dan ahlul hadits. Dengan demikian keimamahan yang merupakan sisi politik dari ilmu kalam tercipta dari hasil diskusi antara syiah dan para rivalnya :dari Khowarij, muktazilah dan juga ahlus sunnah wal jamaah. Hakikat ini mempunyai indikasi yang menentukan bahwa syiah merupakan pihak pertama yang mengadakan ilmu ini dan mewarnainya dengan karakter mereka, membentukya sesuai denga formulasi yang mereka inginkan . Dan pemikiran –pemikiran mereka tentang imamah lebih banyak dihasilkan dari sentimental atau perasaan kecintaan.jadi persoalannya adalah bahwa ia dibangun lebih banyak atas dasar emosional dari pada atas dasar logika dan pembuktian.dengan demikian, pembentukannya mesti memakan waktu dan melalui beberapa peristiwa tertentu, sehingga perasaan atau emosi mencapai puncak kekuatannya dan mendalam sampai menembus ke lapisan yang paling bawah " sensasi yang terpendam. Syiah berpendapat tentang wajibnya Imamah. Dalam hal ini mereka sependapat dengan Ahlussunnah wal jamaah dan mayoritas Khowarij dan muktazilah. As-syihristani mengatakan ," Syiah mengatakan imamah adalah wajib dalam agama secara akal dan syara', sebagaimana adanya kenabian wajib dalam fitrah secara akal dan syara''. Kebutuhan manusia kepada imam yang wajib ditaati, yang memelihara hukum –hukum syara', seperti kebutuhan manusia kepada Nabi yang diutus, dan kebutuhan makhluk pada perlindungan dari pemeliharaan syara, seperti kebutuhan mereka pada pencegahan kejahatan." Al- Qosim ibnu ibrahim seorang pengikut syiah Zaidiyah juga mengungkapkan bahwa otoritas politik merupaka hal yang niscaya karena sifat manusia yang tidak sempurna : "hasrat terhadap seks dan makanan tertanam dalam diri semua manusia, dan bilah tidak ada seorang yang membatasi atau mengekangnya, maka setiap orang akan saling berkelahi untuk memenuhi hasrat mereka. Akibatnya, dunia akan hancur…. Manusia membutuhkan pemandu yang mengajarkan batasan – batasan ini kepada mereka, dan pemandu ini adalah Imam. Seorang imam juga berhak untuk menghukum orang – orang yang tidak mematuhinya dan memberikan penghargaan kepada mereka yan mematuhinya. Dengan cara inilah keamanan manusia akan terjaga. Ibnu Al Muttohir al Hilli yang berjuluk al Allamah (hillah 1250- tabriz 1325) seorang tokoh syiah modern juga berpendapat tentang wajibnya imamah dan ia beragumen tentang pentingnya Imamah dengan mengemukakan pengalaman umum " pilihan yang dimiliki oleh kalangan cendekia diseluruh negeri dan disemua kota untuk mengangkat pemimpin demi menjaga ketertiban membuktikan bahwa tidak ada jalan lain selain imamah Secara umum syiah memang memandang wajib adanya imamah namun, mereka memiliki pemahaman tersendiri dalam konotasi wajib, yaitu mereka tidak melihat bahwa imamah wajib bagi umat, tetapi mereka mengatakan imamah wajib bagi Alloh. Pendapat yang mengatakan adanya sesuatu yang wajib atas Alloh, tampak aneh. Namun, tidak akan tampak aneh jika kita mengetahui sumber teori ini. Sebenarnya teori ini adalah pecahan dari teori mu'tazilah, mereka berpendapat bahwa fi'lu as-sholah ( melakukan yang baik) wajib bagi Alloh. Di antara hasil – hasil yang berkembang pada madzab mu'tazilah juga pada pemikiran Syi'ah karena banyak orang syiah juga menganut pemikiran mu'tazilah adalah bahwa fi'lu al-luthfi ( melakukan kelunakan) adalah wajib bagi Alloh . Mereka menafsirkan al-luthf seperti yang didefinisikan pengarang kitab Mawaqif "adalah perbuatan yang mendekatkan diri hamba kepada ketaatan dan menjauhkan diri dari kemaksiatan". Mereka mengatakan, melakukan al-luthfi adalah wajib bagi Alloh, dan dengan adanya imamah-imamah mereka mengemukakan dalil yang banyak untuk membuktikan hal itu adalah bagian dari al-luthf dan mereka beristidlal atas adanya imamah sebagai luthf,dan terhadap wajibnya,dengan dalil berikut ini : 1. agar bisa melaksankan kewajiban – kewajiban aqliyah dan menghindari keburukan aqliya dan menjaga kemurnian agama maka diperlukan imamah 2. untuk mengetahui Alloh adalah melalui ajaran rosul dan imam, maka tidak mungkin alam ini sunyi dari imam yang maksum 3. penetapan imamah adalah harus penetapan dari Alloh karena kalau melalui pemilihan manusia maka akan terjadi perselisihan di antara mereka 4. Imam wajib maksum (terjaga dari melakukan perbuatan dosa) maka tidak mungkin dari hasil pemilihan manusia 5. imam adalah wakil Alloh dan serta rosulNya. 6. Imam adalah Hujjah Alloh yang berlaku bahwa Alloh ingin menyampaikan syariatnya kepada hamba – hambanya,dan bahwa Alloh berbicara dengan mereka dan menugaskan mereka untuk mengikuti segala perintahnya sereta menjauhi segala larangannya.seandanya tanpa adanya mereka kemudian Alloh mengadzab mereka karena berbuat salah maka pasti mereka mangkir.akan tetapi keberadaannya menghapus alasan bagi mukallaf.Mencermati alasan – alasan tersebut sebenarnya syiah menganalogikan imamah dengan nubuwah. Secara keseluruhan di kalangan syiah, Imamah mempunyai makna ruhaniyah yakni mempunyai hubungan ritual dengan tuhan . Oleh karena itu mereka hampir mendudukkan para imam dalam posisi nabi yang bertugas mengembangkan peraturan – peraturan Allah. Imamah harus berdasarkan tunjukan dari Nabi. Setelah Nabi Muhammad SAW wafat yang berhak menjadi Imam adalah pada keturunan Ali bin Abi Tholib. Syiah meyakini bahwa Rasulullah sebelum wafat telah mewasiatkan kepemimpinan umat kepada Ali dan Imam sesudahnya. Menurut syiah, imam itu mempunya empat fungsi yaitu : 1. Pemimpin agama yang bersifat otoritatif 2. Keputusannya bersifat mengikat 3. Memimpin urusan politik dan social 4. Pemilik wilayah kebatinan Syiah telah berpendapat, bahwa meyakini eksistesi imam adalah adalah persoalan pokok yang dapat dikatakan iman tidak sempurna kecuali dengannya . Bahkan menyakininya adalah dasar iman, karena ialah jalan untuk mengetahui keyakinan – keyakinan yang lain . maka , iman menurut mereka adalah iman kepad Alloh, kepada Rosul-Nya kepada kitabnya, dan kepada waliyyul amri, yaitu para imam yang mereka akui. Barang siapa yang tidak beriman kepada imam – imam maka imannya tidak sah.. imamah menurut mereka bukanlah dari masalah furu' yang menjadi obyek ijtihad tetapi Imamah adalah sesuatu yag sudah terselesaikan dan agama telah membawanya secara jelas dan tertentu. Lebih lanjut seorang ulama Syiah yaitu Syaikh Muhammad Ridha al-Mudhaffir mengatakan :Kami ( al imamiyah) percaya bahwa al imamah seperti kenabian, tidak dapat wujud kecuali dengan nash ( pernyataan tegas) dari Allah talah melalui lisan rasulnya atau lisan imam yang diangkat dengan nash apabila dia akan menyampaikan dengan nash imam yang bertugas sesudahnya. Hukum (sifatnya) ketika itu sama dengan kenabian tanpa perbedaan, karena itu masyarakat manusia tidak memiliki wewenang menyangkut siapa yang ditetapkan Allah sebagai pemberi pentunjuk dan pembimbing bagi seluruh manusia, menetapkan, mencalonkan, atau memilihnya. Di atas terbaca bahwa ada persamaan antara nabi dan Imam. Keduanya dipilih oleh Alloh. Hanya saja pemilihan nabi disampaikan Allah melalui malaikat Jibril, sedang pemilihan / petunjuk imam disampaikan oleh Allah melalui Nabi Muhammad dan beliaulah yang menyampaikan kepada yang terpilih, dalam hal ini adalah Ali Bin Abi Tholib, dan Imam Ali kepada Imam berikutnya , demikian seterusnya. Ini berarti juga bahwa para imam tidak mendapat wahyu seperti halnya nabi, tapi mereka menerima hukum-hukum dari Nabi SAW. Lebih jauh dapat dikatakan bahwa walaupun imam - imam itu adalah manusia seperti manusia lain, namun karena kesucian jiwa mereka, mereka memperoleh kedudukan yang sangat tinggi. Dan telah diketahui bahwa imam – imam yang mereka akui dan mereka giring ke dalil – dalil tersebut adalah Ali dan anak cucunya, dan mereka berselisih dalam bentuk imam - imam setelah imam pertama yaitu Ali r.a. Dari perbedaan itu terbentuklah sekte – sekte yang bernacam – macam,sebagaimana telah kami paparkan di muka. Dari sekte-sekte yang ada pada syi'ah ada yang sangat ekstrem yaitu al-sabaiyah yang menganggab pada diri Ali bin abi Tholib ada bagian dari ketuhanan bahkan mengganggab sebagai tuhan. Pemimpin kelompok ini adalah Abdulloh bin saba'. Dan ada juga yang menganggab bahwa malaikat jibril telah berbuat salah memberikan wahyu kepada Muhammad seharusnya wahyu diberikan kepada ali bin Abi Tholib. Dua kelompok ini dianggab telah keluar dari Islam . Tetapi ada juga sekte yang sangat moderat yaitu syiah Zaidiyah, mereka memiliki paham dan pandangan yang banyak kesamaan dengan fahan Ahlus Sunnah Wal jamaah diantara pokok - pokok pandangannya adalah : 1. Imam seharusnya dari keturunan Fatimah, tetapi tidak menolak jika jabatan itu diduduki oleh orang lain asal memenuhi syarat. Oleh karenanya mereka mengakui kekholifahan Abu Bakar Assiddik dan umar meskipun menurut urutan prioritas seharusnya Ali bin Abi Tholib yang menjadi kholifah, Seseorang yang menjadi imam tidak seharusnya menurut ketentuan Alloh sebagaimana pandangan kebanyakan kelompok Syi'ah tetapi bisa diusahakan derngan cara musyawarah atau pemilihan rakyat, ini adalah pendapat yang paling rasional.meskipun dalam memilih imam tidak melibatkan seluruh rakyat tapi cukup dilakukan oleh kelmpok elit, sebagaimana al Qosim ibnu Ibrahim (785-860) menegaskan, kepemimpinan umat maupun kepemimpinan indifidu merupakan anugerah dari tuhan. Ia menolak konsep pemilihan umum denga alasan bahwa manusia dari sononya suka berdebat, mereka tidak akan pernah sepakat tentang apapun. sebuah pemilihan harus dilakukan oleh sekelompok elit atau oleh rakyat biasa. 2. imam tidak maksum. Ia dapat saja berbuat salah dan dosa seperi manusia lain. Pandangan ini berbeda dengan pandangan syiah pada umumnya yang mengatakan bahwa imam itu harus maksum atau terjaga dari dosa karena seorang imam itu wakil Alloh yang mengemban tugas penjaga syariat dan ucapan – ucapan mereka harus ditaati sebagaimana pandangan syiah imamiyah, bahwa seorang imam memiliki pengetahuan sempurna tentang syariat- AlQur'an dan hadits yang diwariskan dari satu imam kepada imam lainnya.karena itu hanya ajaran iyang diajarkan oleh para imam mereka yang merupakan pengetahuan sejati . 3. tidak ada imam dalam kegelapan / persembunya yang diliputi oleh berbagai misteri. Pandangan ini juga berbeda dengan kebanyakan kelompok syi'ah seperti syiah ismailiyah yang berkeyakinan bahwa setelah imam ketujuh yaitu Ismail ibnu jakfar as siddik, maka datang silih berganti imam - imam yang bersembunyi. Pandangan Syiah zaidiyah ini juga berbeda dengan pandangan Imamiyah Itsna Asyariyah, disebut demikian karena mereka mempercayai bahwa jumlah imam mereka ada dua belas dan sebagai imam terakhir adalah Muhammad bin abu Muhammad hasan Al Asykari, diantara pandangannya adalah a. Abu bakar dan Umar telah merampas jabatan Kholifah dari pemiliknya yaitu Ali bin Abi Tholib. b. Kedudukan Ali satu tingkat lebih tinggi dari manusia biasa, dan dia merupakan perantara antara manusia dengan tuhan. c. Kesepakatan ulama islam baru dapat dianggap sebagai salah satu dasar hukum islam kalau direstui oleh imam. d. Imam mereka yang kedua belas yang menghilang pada usia lima tahun nantinya akan muncul kembali di dunia pada akhir zaman. Sebagaimana telah kami paparkan dimuka bahwa imam dalam pandangan syiah adalah atas pemilihan Alloh tidak bisa dipilih oleh manusia melalui pemilihan umum, walaupun imam mereka banyak yang bersembunyi ( ghoib) mereka tetap menungu kehadiran imam – imam mereka , Dan menurut pandangan syi'ah imamiyah selam ketiadaan imam sejati yang mereka tunggu , fungsi keagamaan mereka ditangguhkan, tidak ada zakat, tidak ada sangsi – sangsi hukum. Peran pemimpin tidak lagi meraih kekuasaan politik melainkan membimbing dan mengajarkan pengetahuan agama, dan disinilah peran ulama syiah sangat penting karena mereka tidak hanya menjadi ahli legal – moral, namum mereka juga merupakan wakil imam yang tersembunyikan, Alin Syariati menyatakan terntang kepemimpinan selama masa priode kegaiban imam sejati " misi para nabi dan imam dipikul oleh rakyat rakyat boleh memilih sekelompok orang untuk memimpin mereka dan mereka dapat memilih seorang dari mereka untuk sebagai imam (keddi : roots of refolotion : an interpretative historyof modrn iran New haven, CT, yale university press (1981). Sampai kembalinya imam kedua belas, orang harus membiarkan tirani dan ketidak adilan pemerintah yang sedang berkuasa. Namum, bila nyawa, keluarga, atau hartanya berada dalam bahaya, maka ia diizinkan menyembunyikan keyakinannya atau bersikap taqiyah (pencegaahan, kewaspadaan), sikap ini dimaksudkan untuk melindungi komunitas syiah . Sikap taqiyah ini membenarkan kerja sama dengan penguasa yang tidak adil selama tidak memerintahkan untuk melukaan hal – hal yang bertentangan dengan kebenaran, bahkan kalau nyawa mereka terancam mereka boleh bekerja sama, bahkan dengan hal yang bertentangan dengan kebenaran asalkan tidak diperintahkan untuk membunuh orang lain. Dalam keadaan apapun taqiyah tidak berlaku ketika ia diperintahkan untuk membunuh. Munculnya doktrin taqiyah ini tidak lalin karena banyaknya orang syiah yang tertindas, sehingga untuk menyelamatkan mereka diperlukan doktrin penyembunyian keyakinan atau yang disebut dengan taqiyah,walaupun pada tahun –tahun terahir ini penerapan taqiyah dibatasi khususnya oleh ayatullah khumaini. Seringnya khumaini menegaskan perlunya mencontoh Husen bukan Hasan . Husen lebih memilih aktifitas politik bukan dengan jalan memilih tunduk pada politik penguasa yang lalim. Dengan mencontoh Husen inilah Ayatullah Khomaeni bersama Ayatullah Muthahari, Ayatullah Taleqani dan Bahestani. Mereka bersama para cendekiawan menyusun dan mengembangkan idiologi pembaruan dan revolosioner yang bersifat Islami, dengan melakukan penafsiran ulang atas sejarah dan keyakinan syiah untuk menanggapi kondisi setempat yang tengah terjadi. Dalam ajaran syiah dua belas, imam yang kedua belas yang menghilang pada tahun 874 M. diyakini akan kembali mengakhiri kelaliman dan kerusakan serta akan mendirikan pemerintahan dan masyarakat yang adil. Melalui reinterprestasi ajaran syiah ini dalam pandangan Khomaeni, kelaliman yang terus tanpa berakhir tidak harus menunggu datangnya imam dua belas sebagai imam Mahdi. Para ulama wajib menjalanan tugas imam mahdi yang belum datang untuk mengakhiri kelalimam tersebut dan membentuk masyarakat-negara yang Islami. Dan memang konsep Imamah dikalangan Syiah bukan hanya sekedar konsep belaka, tapi mereka mampu mewujudkan dalam suatu gerakan politik bahkan mampu mendirikan daulah-daulah islam, antara lain : 1. Kerajaan Fatimiyah di mesir tahun 297 – 567 H / 909 – 1171 M. 2. Dinasti Idrisid di Afrika utara tahun 172-314 H / 789 – 926 M 3. Dinasti Zaidiyah di Tabaristan tahun 248 – 335 H. 4. Dinasti Buwaihiyah di Irak tahun 320-447 H, dll. BAB III PENUTUP Syi'ah adalah golongan yang mendukung Sayyidina Ali k.w secara khusus. Dalam perkembangan selanjutnya Syi'ah terpecah menjadi beberapa kelompok antara lain : a. al Kaisaniyah b. al imamiyah c. az Zaidiyah d. ismailiyah e. al Gholiyah,dll. Syiah mempunyai pandangan tersendiri terhadap Imamah walupun ada beberapa pandangan mereka yang sama dengan kelompok – kelompok lain, namun secara umum pandangan mereka terhadap imamah adalah : a. imamah adalah wajib untuk melindungi syara' dan ketertiban kehidupan umat manusia b. imam adalah maksum ( terjaga dari perbuatan dosa) c. penentuan imam adalah otoritas Alloh bukan pemilihan manusia d. imam yang mereka ikuti adalah sayyidina Ali bin abi Tholi berikut keturunannya e. mereka mempercayai adanya imam – imam yang tersembunyi ( ghoib) f. bila imam sejati belum muncul sedangkan mereka di bawah kekuasaan bukan imam mereka, maka untuk melindungi komunitas syi'ah, mereka bersikap taqiyah (menyembunyikan keyakinan ) BIBLIOGRAFI Amin, Ahmad. Fajru al-isla>m,kuala lumpur:Sulaiman Mar’iy,1965 Black, Antony. the history of Islamic thought : from the prophet to the present, terj. ….., Jakarta: PT. serambi timur,2001 Al-Dainuri, abu Muhammad Abdullah Bin Muslim Ibnu Qutaibah, Al ima>mah wa al- siya>sah, Beirut : Dar al kutub al ilmiyah, 1997 Al-Fadhal,Abu. Kawa>kibul lammaah, Surabaya: Alhidayah,1988 Al-Ghita, Muhammad Husain al-Kashif, Ashl al-Syi’ah wa ushhuliha. Iran: Dar al Gadir, tt Al-Hafni, Abdul Mun’im. Mausu’ah al-harokat wa al- maza>hib al-islamiyah fi al-alam,terj. Muhtarom, Jakarta: PT. Grafindo,2006 Ibnu Khaldun, Muqaddimah ibnu Khaldun,Beirut: Dar al-fikr,1988 Lapidus,Ira M. A Histori of Islam sociates, terj. Ghufron A. Mas’adi, Jakarta: Raja Grafindo Persada,1999 Al-Mawardi, al ahka>m al sult}a>niyah,Beirut : Dar al kutub al ilmiyah,tt Al-Mudaffir, Muhammad Ridha. ‘Aqaid al-Imamiyah,Cairo: Maktabah al-Najah,1381 H. Norton, August Ricard, Pioneers of Islamic revival, terj. Ilyas Hasan, Bandung: Mizan,1996¬ Permono,Sjehul Hadi.Islam dalam lintasan sejarah perpolitikan, Surabaya: CV Aulia, 2004 Al-Rais, Muhammad Dhia’uddin.al-nadzariyah al-siya>sah al-isla>miyah,terj. Abdul Hayyi,Jakarta: Gema Insani, 2001 _________________________ .Al-Islam wa-al Khila>fah fi al- ashr al hadi>th, terj. Alwi AS.Jakarta : PT. lentera Basritama, 2002 Sawiy,KhairuddinYujaz, tat}awwuru al-fikr al-siya>si ’inda ahli al-sunnah,terj. Asmuni M.Th dan Imam Muttaqien,Yogyakarta: Safira Insania Prress,2005 Sjadzali, Munawir, Islam dan tata Negara (ajaran, sejarah dan pemikiran) UI- Pres Jakarta, 1993 Shihab,M. Qurash, Sunnah-Syiah bergandengan tangan, mungkinkah?, Tangerang : Lentera hati,2007 Syukur,Amin. Tasawuf sosial,Yogyakarta: Pusaka Pelajar,2004 Al-syihristani, Muhammad bin Abdul Karim bin Abi Bakr Ahmad, al-milal wa al-nihal, Beirut : Dar al-Ma’rifah, 1404 H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar