Senin, 24 Juni 2013

posisi kepala jenazah ketika disholati

Posisi Kepala Jenazah Ketika Dishalati

A. Hadits-hadits yang berkaitan dengan posisi kepala jenazah ketika disholati

 Jika mayitnya adalah seorang wanita, maka imam berdiri di sisi tengah mayit.
Samurah bin Jundub radliyallahu anhu berkata:

صَلَّيْتُ وَرَاءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى امْرَأَةٍ مَاتَتْ فِي نِفَاسِهَا فَقَامَ عَلَيْهَا وَسَطَهَا
“Aku melakukan shalat di belakang Nabi shallallahu alaihi wasallam atas mayit wanita yang mati karena nifasnya. Maka beliau berdiri padanya di sisi tengahnya.”
(HR. al-Bukhari: 1245, Muslim: 1602, an-Nasa’i: 390, at-Tirmidzi: 956, Abu Dawud: 2780 dan Ibnu Majah: 2780).
 Dan jika si mayit adalah orang laki-laki, maka imam berdiri di sisi kepalanya.
Abu Ghalib al-Khayyath berkata:

شَهِدْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ صَلَّى عَلَى جِنَازَةِ رَجُلٍ فَقَامَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَلَمَّا رُفِعَ أُتِيَ بِجِنَازَةِ امْرَأَةٍ مِنْ قُرَيْشٍ أَوْ مِنْ الْأَنْصَارِ فَقِيلَ لَهُ يَا أَبَا حَمْزَةَ هَذِهِ جِنَازَةُ فُلَانَةَ ابْنَةِ فُلَانٍ فَصَلِّ عَلَيْهَا فَصَلَّى عَلَيْهَا فَقَامَ وَسَطَهَا وَفِينَا الْعَلَاءُ بْنُ زِيَادٍ الْعَدَوِيُّ فَلَمَّا رَأَى اخْتِلَافَ قِيَامِهِ عَلَى الرَّجُلِ وَالْمَرْأَةِ قَالَ يَا أَبَا حَمْزَةَ هَكَذَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُومُ مِنْ الرَّجُلِ حَيْثُ قُمْتَ وَمِنْ الْمَرْأَةِ حَيْثُ قُمْتَ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَالْتَفَتَ إِلَيْنَا الْعَلَاءُ فَقَالَ احْفَظُوا
“Aku menyaksikan Anas bin Malik menshalati atas jenazah seorang laki-laki, maka beliau berdiri di sisi kepalanya. Ketika jenazah tersebut diangkat, maka didatangkan lagi kepada beliau jenazah seorang wanita Quraisy atau Anshar. Maka dikatakan kepada beliau: “Wahai Abu Hamzah! Ini adalah jenazah Fulanah bintu Fulan, mohon engkau menshalati atasnya!” Maka beliau pun menshalatinya dan berdiri di sisi tengahnya. Di sisi kami ada Ala’ bin Ziyad al-Adawi. Ketika ia (Ala’) melihat perbedaan posisi berdirinya Anas bin Malik atas jenazah laki-laki dan wanita, maka ia bertanya: “Wahai Abu Hamzah! Apakah seperti ini posisi berdiri Rasulullah shallallahu alaihi wasallam terhadap jenazah laki-laki seperti posisi berdirimu dan juga posisi berdiri beliau terhadap jenazah wanita seperti posisi berdirimu?” Anas menjawab: “Benar.” Maka Ala’ menoleh kepada kita dan berkata: “Hafalkanlah !”
(HR. Ahmad: 12640, at-Tirmidzi: 955, Abu Dawud: 2779 dan Ibnu Majah: 1483. )
.
Pada hadits di atas tidak dijelaskan apakah posisi kepala jenazah berada di sisi kanan imam (sisi utara imam menurut orang Indonesia) ataukah di sisi kiri imam (sisi selatan imam menurut orang Indonesia). Dari sinilah muncul perbedaan pandangan para ulama. Dan akan kami paparkan permasalahan tersebut dalam pembahasan berikut ini

B. Ulama-ulama yang berpendapat tentang posisi kepala jenazah laki-laki berada di sisi kanan imam (sisi utara imam menurut orang Indonesia)
1. Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad hafizhahullah, ulama Madinah masa kini.
Beliau ditanya:
السؤال: هل ثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه جعل رأس الميت في صلاة الجنازة عن يسار الإمام، ورأس المرأة عن يمينه؟ الجواب: كلهم يكونون عن يمينه، مثل وضعهم في القبر، ومثله لو صلى عليهم وهم في القبر، فإن الميت يكون في القبر مستقبل القبلة، وما نعرف شيئاً يدل على خلاف ذلك.
Pertanyaan: “Apakah terdapat keterangan yang shahih dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bahwa beliau menjadikan kepala mayit laki-laki di sebelah kiri imam dan kepala mayit wanita di sebelah kanan imam?” Jawab: “Semua kepala mayit diletakkan di sebelah kanan imam seperti ketika diletakkan di kuburan. Demikian pula ketika menshalati mereka ketika mereka sudah dikubur. Maka si mayit di kuburannya menghadap kiblat dan kami tidak mengetahui keterangan yang menyelisihi ini.” (Syarh Sunan Abi Dawud: 17/159).

2. Al-Allamah Ibnu Abidin rahimahullah, ulama bermadzab Hanafi yang wafat tahun 1252 H.

(قَوْلُهُ وَصَحَّتْ لَوْ وَضَعُوا إلَخْ) كَذَا فِي الْبَدَائِعِ ، وَفَسَّرَهُ فِي شَرْحِ الْمُنْيَةِ مَعْزِيًّا لِلتَّتَارْخَانِيَّةِ بِأَنْ وَضَعُوا رَأْسَهُ مِمَّا يَلِي يَسَارَ الْإِمَامِ ا هـ فَأَفَادَ أَنَّ السُّنَّةَ وَضْعُ رَأْسِهِ مِمَّا يَلِي يَمِينَ الْإِمَامِ كَمَا هُوَ الْمَعْرُوفُ الْآنَ ، وَلِهَذَا عَلَّلَ فِي الْبَدَائِعِ لِلْإِسَاءَةِ بِقَوْلِهِ لِتَغْيِيرِهِمْ السُّنَّةَ الْمُتَوَارَثَةَ
“(Ucapan pemilik matan “Dan shalat jenazahnya tetap sah jika mereka meletakkan…dst”): maksudnya (sebagaimana dalam al-Bada’i (Bada’ius Shana’i karya Al-Kasani, pen), dan ditafsirkan dalam Syarh Al-Maniyyah)… adalah meletakkan kepala mayit di sisi kiri imam. Selesai. Maka keterangan ini memberikan faedah bahwa as-Sunnah di dalam meletakkan kepala mayit adalah di sisi kanan imam sebagaimana yang dikenal sekarang. Oleh karena itu penulis al-Bada’i memberi alasan jeleknya (meletakkan kepala mayit di sisi kiri imam, pen) dengan ucapannya “karena mereka telah mengubah as-Sunnah yang turun temurun.” (Raddul Mukhtar alad Durril Mukhtar: 6/282).

3. Al-Allamah Muhammad bin Yusuf al-Abdari rahimahullah, ulama bermadzhab Maliki yang wafat tahun 897 H.
(رَأْسُ الْمَيِّتِ عَنْ يَمِينِهِ) ابْنُ عَرَفَةَ : يَجْعَلُ رَأْسَ الْمَيِّتِ عَنْ يَمِينِ الْإِمَامِ فَلَوْ عَكَسَ فَقَالَ سَحْنُونَ وَابْنُ الْقَاسِمِ: صَلَاتُهُمْ مُجْزِئَةٌ عَنْهُمْ . ابْنُ رُشْدٍ : فَالْأَمْرُ فِي ذَلِكَ وَاسِعٌ .
“(Kepala mayit di sebelah kanan imam). Ibnu Arafah menyatakan bahwa kepala mayit diletakkan di sisi kanan imam, seandainya terbalik (kepala di posisi kiri, pen), maka menurut Sahnun dan Ibnul Qasim, maka shalat mereka telah mencukupi (tidak usah diulang). Ibnu Rusyd (penulis Bidayatul Mujtahid) berkata: “Perkara ini luas (boleh di kanan atau di kiri imam).” (At-Taj wal Iklil Syarh Mukhtashar Khalil: 2/352).
4. al-Allamah ad-Dasuqi rahimahullah, ulama bermadzhab Maliki yang wafat tahun 1230 H. Beliau berkata:
وَ( قَوْلُهُ رَأْسُ الْمَيِّتِ عَنْ يَمِينِهِ ) جُمْلَةٌ حَالِيَّةٌ مِنْ إمَامٍ وَ ( قَوْلُهُ إلَّا فِي الرَّوْضَةِ الشَّرِيفَةِ ) أَيْ فَإِنَّهُ يَجْعَلُ رَأْسَ الْمَيِّتِ عَلَى يَسَارِ الْإِمَامِ جِهَةَ الْقَبْرِ الشَّرِيفِ
“Dan ucapan matan (Kepala mayit di sebelah kanan imam) adalah jumlah yang menjadi hal dari imam. Dan ucapan matan (kecuali (jika mayit dishalatkan, pen) di Raudlah yang mulia), maksudnya adalah bahwa kepala mayit diletakkan di kiri imam pada arah kuburan ar-Rasul yang mulia.” (Hasyiyah ad-Dasuqi alasy Syarhil Kabir: 4/149).

5. Menurut arti implisit dari kitab Al- majmu', dan praktek yg dilakukan para ulama' salaf, adalah di kanan imam (kepala di utara). lihat Al Majmu’ 5/225
6. al-Allamah Abdullah bin al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahumullah, ulama Nejd terdahulu. Beliau berkata:
وأما صفة موضعهم بين يدي الإمام للصلاة عليهم، فتجعل رؤوسهم كلهم عن يمين الإمام، وتجعل وسط المرأة حذا صدر الرجل، ليقف الإمام من كل نوع موقفه، لأن السنة أن يقف عند صدر الرجل ووسط المرأة.
“Adapun sifat letak kumpulan jenazah di depan imam untuk dishalati atas mereka, maka kepala mereka semua diletakkan di sisi kanan imam. Dan sisi tengah mayit wanita diluruskan dengan sisi dada mayit laki-laki agar imam dapat berdiri pada posisi yang tepat sesuai dengan macam mayit. Karena menurut as-Sunnah adalah berdiri di sisi dada mayit laki-laki dan sisi tengah mayit wanita.” (Ad-Durarus Sunniyyah fil Kutubin Najdiyyah: 5/83).

C. Ulama-ulama yang berpendapat tentang posisi kepala jenazah laki-laki berada di sisi kiri imam (sisi selatan imam menurut orang Indonesia)
1. al-Allamah Sulaiman bin Muhammad Al-Bujairami rahimahullah, ulama bermadzab Syafii yang wafat tahun 1221 H.

وَيُوضَعُ رَأْسُ الذَّكَرِ لِجِهَةِ يَسَارِ الْإِمَامِ وَيَكُونُ غَالِبُهُ لِجِهَةِ يَمِينِهِ خِلَافًا لِمَا عَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ الْآنَ أَمَّا الْأُنْثَى وَالْخُنْثَى فَيَقِفُ الْإِمَامُ عِنْدَ عَجِيزَتِهِمَا وَيَكُونُ رَأْسُهُمَا لِجِهَةِ يَمِينِهِ عَلَى عَادَةِ النَّاسِ الْآنَ
“Dan kepala mayit laki-laki diletakkan di sisi kiri imam dan sebagian besar tubuhnya di sisi kanannya, dengan menyelisihi apa yang dilakukan manusia sekarang. Adapaun mayit wanita dan banci, maka imam berdiri pada sisi pantatnya dan kepalanya di sisi kanannya, sesuai dengan kebiasaan manusia sekarang.” (Hasyiyah al-Bujairami alal Minhaj: 4/500).

2. al-Allamah Ibnu Hajar al-Haitami rahimahullah, ulama bermadzab Syafii yang wafat tahun 974 H.

وَفِي هَامِشِ الْمُغْنِي لِصَاحِبِهِ وَالْأَوْلَى كَمَا قَالَ السَّمْهُودِيُّ فِي حَوَاشِي الرَّوْضَةِ جَعْلُ رَأْسِ الذَّكَرِ عَنْ يَسَارِ الْإِمَامِ لِيَكُونَ مُعْظَمُهُ عَلَى يَمِينِ الْإِمَامِ ا هـ

“Dan di dalam catatan kaki Al-Mughni (Mughnil Muhtaj karya asy-Syarbini, pen) (terdapat keterangan) bahwa yang lebih utama sebagaimana pendapat as-Samhudi dalam Hasyiyah Ar-Raudlah (Raudlatut Thalibin karya an-Nawawi, pen) adalah menjadikan kepala mayit laki-laki di sebelah kiri imam agar sebagian besar tubuhnya berada di sisi kanan imam. Selesai.” (Tuhfatul Muhtaj Syarh Minhajith Thalibin: 11/186).

3. Hasyiyah al-Bujairomi alaa al-Manhaj juz I/hal. 484

قوله : ويقف غير مأموم إلخ ) ويوضع رأس الذكر لجهة يسار الإمام ويكون غالبه لجهة يمينه خلافا لما عليه عمل الناس الآن أما الأنثى والخنثى فيقف الإمام عند عجيزتهما ويكون رأسهما لجهة يمينه على عادة الناس الآن ع ش ، والحاصل أنه يجعل معظم الميت عن يمين المصلي ، فحينئذ يكون رأس الذكر جهة يسار المصلي ، والأنثى بالعكس إذا لم تكن عند القبر الشريف أما إن كانت هناك ، فالأفضل جعل رأسها على اليسار كرأس الذكر ليكون رأسها جهة القبر الشريف سلوكا للأدب كما قاله بعض المحققين .

Menurut keterangan dalam ‘ibaroh diatas “Sebaiknya bila mayat lelaki, bagian kepala diletakkan diarah kirinya orang yang shalat (sebelah selatan untuk konteks Indonesia) sedang bila mayat wanita, bagian kepala diletakkan diarah kanannya orang yang shalat (sebelah utara untuk konteks Indonesia).

4. Fath al-‘Alaam III/172

ويقف ندبا غير مأموم من إمام ومنفرد عند رأس ذكر وعجز غيره من أنثى وخنثى. ويوضع رأس الذكر لجهة يسار الإمام، ويكون غالبه لجهة يمينه، خلافا لما عليه عمل الناس الآن. أما الأنثى والخنثى فيقف الإمام عند عجيزتيهما ويكون رأسهما لجهة يمينه على عادة الناس الآن؛ كذا في الشبرا ملسي والبجيرمي والجمل وغيرهما من حواشي المصريين.
“Bagi Imam sholat dan orang yang sholat sendirian, disunnahkan memposisikan diri -ketika sholat janazah- di dekat kepala mayit laki-laki dan di dekat bokong mayit perempuan dan banci. Kepala mayit laki-laki diletakkan pada posisi arah kiri imam -sedangkan yang mentradisi ada pada arah kanan imam-, hal ini berbeda dengan yang biasa dilakukan masyarakat saat ini. Adapun mayit perempuan dan banci, maka imam memposisikan dirinya di dekat bokong janazah, sedangkan kepala janazah diletakkan pada posisi arah kanan sebagaimana biasa dilakukan saat ini.”

5. Kitab Al-Bujairimi ala al-Khatib, Juz 6, hlm. 97:

قَوْلُهُ : (عِنْدَ رَأْسِ ذَكَرٍ إلَخْ) عِبَارَةُ ع ش : وَتُوضَعُ رَأْسُ الذَّكَرِ لِجِهَةِ يَسَارِ الْإِمَامِ وَيَكُونُ غَالِبُهُ لِجِهَةِ يَمِينِهِ خِلَافَ مَا عَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ الْآنَ، أَمَّا الْأُنْثَى وَالْخُنْثَى فَيَقِفُ الْإِمَامُ عِنْدَ عَجِيزَتِهِمَا وَيَكُونُ رَأْسَهُمَا لِجِهَةِ يَمِينِهِ عَلَى مَا عَلَيْهِ النَّاسُ الْآنَ ا هـ .

“Ketika shalat, kepala mayit laki-laki diletakkan di sebeah kiri imam sehingga mayoritas badan mayit berada di sebelah kanan imam. Hal ini berbeda dengan yang dilakukan masyarakat sekarang. Adapun mayit perempuan atau banci, imam berdiri di hadapan pantatnya dengan kepala mayit berada di sebelah kanan imam seperti yang dipraktekan oleh masyarakat sekarang.”

6. Referensi lain :
 Tarsyikhul Mustafidin : 141-142
 Faidlul ilah : 1/220
 Fathul 'Allam : 3/172
 As-Syarwani : 3/156
 Al-Fiqh 'ala Madzahib al-Arba'ah : 1/816
 Bujarimi Khathib : 2/536
 Bughyatul Mustarsyidin : 94
 Hasyiyah Qulyubi : 1/236-237


D. Ulama-ulama yang berpendapat tentang posisi kepala jenazah laki-laki boleh berada di sisi kiri imam (sisi selatan imam menurut orang Indonesia) atau sisi kanan imam (sisi utara imam menurut orang Indonesia)

1. al-Allamah Ibnu Utsaimin rahimahullah, ulama besar Saudi Arabia, Beliau berkata:
تنبيه: لا يشترط أن يكون رأس الميت عن يمين الإمام، فيجوز أن يكون عن يسار الإمام ويمينه. خلافاً لما يعتقد بعض العامة من أنه لا بد أن يكون عن يمينه.
“Peringatan: Tidak dipersyaratkan meletakkan kepala mayit di sisi kanan imam. Sehingga boleh meletakkannya di sisi kiri imam dan juga sisi kanannya. Berbeda dengan apa yang diyakini oleh sebagian orang awam yang mengharuskan meletakkan kepala mayit di sisi kanan imam.” (asy-Syarhul Mumti’: 5/317).

فإن كان ذكرا قام الإمام عند رأسه وإن كانت أنثى قام عند وسطها ولا فرق أن يكون الرأس عن يسار الإمام أو عن يمين الإمام لأنه لم يرد في ذلك سنة معينة ولو أن ذاهب ذهب إلى أن يكون الرأس عن يسار الإمام لتكون جملة الميت عن يمين الإمام لكان له وجه لكننا لا نعلم في هذا سنة فالمسألة سهلة وما ظنه بعض الإمام من أن الميت يكون رأسه عن يمين الإمام فهذا لا أصل له اجعله عن يمينك أو عن يسارك المهم أن الرجل تقف عن رأسه والمرأة عند وسطها
“Jika mayitnya adalah laki-laki, maka imam berdiri di sisi kepalanya. Jika mayitnya wanita, maka imam berdiri di sisi tengahnya. Dan tidak ada bedanya antara posisi kepala mayit di sisi kiri imam atau sisi kanan imam, karena tidak terdapat sunnah tertentu yang menjelaskannya. Dan seandainya seseorang berpendapat bahwa kepala mayit berada di sisi kiri imam agar sebagian besar tubuh mayit berada di sisi kanan imam, maka pendapat tersebut memiliki wajah (sebagaimana pendapat Syafiiyah, pen). Akan tetapi kami tidak mendapati sunnah dalam perkara ini (yang sesuai sunnah di kiri ataukah di kanan, pen). Dan apa yang disangkakan oleh sebagian imam bahwa kepala mayit harus di sebelah kanan imam, maka persangkaan ini tidak ada asalnya. Silakan kamu letakkan kepala mayit di sisi kanan atau sisi kirimu. Yang penting, jika mayit laki-laki, maka kamu berdiri di sisi kepalanya dan jika wanita, maka kamu berdiri di sisi tengahnya.” (asy-Syarhul Mukhtashar ala Bulughil Maram lil Utsaimin: 4/47).

2. al-Allamah Ibnu Utsaimin

هل وضع رأس الميت عن يمين الإمام مشروع عند الصلاة عليه؟ فأجاب فضيلته بقوله: لا أعلم بهذا سنة، ولذلك ينبغي للإمام الذي يصلي على الجنازة أن يجعل رأس الجنازة عن يساره أحياناً حتى يتبين للناس أنه ليس واجباً أن يكون الرأس عن اليمين، لأن الناس يعتقدون أنه لابد أن يكون رأس الجنازة عن يمين الإمام، وهذا لا أصل له
“Apakah meletakkan kepala mayit di sisi kanan imam itu disyariatkan ketika menshalatinya?
Maka beliau menjawab: “Aku tidak mengetahui sunnah dalam perkara ini (meletakkan kepala di sisi kanan, pen). Oleh karena itu hendaknya imam yang akan menshalati jenazah meletakkan kepala jenazah di sebelah kirinya sekali tempo, agar manusia menjadi jelas bahwa meletakkan kepala di sisi kanan tidaklah wajib, karena manusia berkeyakinan bahwa kepala jenazah harus diletakkan di sisi kanan imam. Dan ini tidak ada asalnya.” (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Ibni Utsaimin: 17/60).

3. As Syekh Abdullah Basudan Al Hadlramy yang diikuti As Syekh Isma’il ‘Utsman Az Zayn Al Yamany -dengan argumentasi sholat Rosulullah terhadap janazah (laki-laki dan perempuan) yang sudah dikuburkan- lebih cenderung berpendapat tidak membedakan posisi kepala janazah ketika disholati yaitu pada arah kanan imam/munfarid (arah utara untuk konteks Indonesia), baik janazah laki-laki maupun janazah perempuan atau banci.

قال الشيخ عبد الله باسودان الحضرمي : لكنه مجرد بحث. وأخذ من كلام المجموع وفعل السلف من علماء وصلحاء في جهتنا حضرموت وغيرها جعل رأس الذكر في الصلاة عن اليمين أيضا. والمعول عليه هو النص إن وجد من مرجح لا على سبيل البحث والأخذ، و إلا، فما عليه الجمهور هنا هو الصواب إهـ من فتاويه إهـ Fath al-‘Alaam III/172


4. Al-Fiqh ala Madzahib al-Arba’ah I/816

المالكية قالوا : ليس لصلاة الجنازة سنن بل لها مستحبات وهي الإسرار بها ورفع اليدين عند التكبيرة الأولى فقط حتى يكونا حذو أذنيه كما في الإحرام لغيرها من الصلوات -إلى أن قال- ووقوف الإمام والمنفرد على وسط الرجل وعند منكبي المرأة ويكون رأس الميت عن يمينه رجلا كان أو امرأة إلا في الروضة الشريفة فإنه يكون عن يساره ليكون جهة القبر الشريف وأما المأموم فيقف خلف الإمام كما يقف في غيرها من الصلاة إلخ إهـ

5. Ar-Risaalah al-Haaizah Fii ba’dhi Ahkaam al-Janaazah Hal. 10-21
ومن فتوى العلامة الجليل المدرس بالحرم المكي المنيف الشيخ إسماعيل عثمان الزين لطف الله به مانصه : بسم الله الرحمن الرحيم (أما بعد) فكثيرا ما يذاكرني بعض الإخوان من طلبة العلم الشريف في مسألة فقهية هي في الواقع مسألة كمالية ليست واجبة ولا لازمة بل هي هيئة مندوبة، ولكن ربما كثر فيها النـزاع وطال، ووقع في فهمها وتطبيقها الخلاف واستطال، حتى صار يغلط بعضهم بعضا فيما هو ليس واجبا ولا فرضا؛ هذه المسألة هي كيفية وقوف الإمام والمنفرد في الصلاة على الجنازة. وسبب النزاع والخلاف يرجع إلى أمرين : (أحدهما) سوء الفهم في معنى عبارة بعض الفقهاء، (وثانيهما) تداول النقل للعبارة حتى صار الخطأ في تفسيرها كأنه ليس بالخطأ. وها أنا إن شاء الله أوضح منها المراد وأسلك فيها مسلك الرشاد والسداد، فأقول، وبالله التوفيق : قال الإمام أبو داود في سننه : (باب أين يقوم الإمام من الميت إذا صلى عليه) وساق سند الحديث إلى أنس بن مالك رضي الله عنه أنه صلى الله على رجل فقام عند رأسه، وصلى على امرأة فقام عند عجيزتها. قال له العلاء بن زياد : هكذا كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يفعل ؟. قال : نعم. وفي الصحيحين من حديث سمرة بن جندب رضي الله عنه قال : صليت وراء النبي صلى الله عليه وسلم على امرأة ماتت في نفاسها فقام وسطها. قال العلامة الأمير : فيه دليل على مشروعية القيام عند وسط المرأة إذا صلى عليها، وهذا مندوب. وأما الواجب فإنما هو استقبال جزء من الميت رجلا أو امرأة. وعن الإمام الشافعي رحمه الله أنه يقف حذاء رأس الرجل وعند عجيزة المرأة لما أخرجه أبو داود والترمذي من حديث أنس إلخ يعني الحديث المتقدم. دل ذلك على أمرين : (أحدهما) واجب؛ وهو محاذاة الإمام أو المنفرد بجميع بدنه جزأ من بدن الميت أي جزء كان، سواء كان رأسه أو بطنه أو رجله أو غير ذلك. (ثانيهما) مندوب ومستحب؛ وهو وقوفه عند رأس الرجل وعند عجيزة المرأة. والحكمة في ذلك أن الرأس هو أشرف أعضاء الإنسان فاستحب الوقوف عنده بشرط محاذاة المصلي له بجميع بدنه. واستحب الوقوف وسط المرأة عند عجيزتها لأنه أستر لها. وفي كلا الحالين رأس الميت سواء كان رجلا أو امرأة مما يلي يمين الإمام لا غير. والأمر الثاني أشار له الفقهاء بقولهم : ويندب أن يقف عند رأس الرجل وعجيزة المرأة. وحرصا منهم على حصول المحاذاة الواجبة بيقين قالوا : ويندب أن يكون معظم رأس الرجل عن يمين الإمام أو المنفرد لتتم المحاذاة، لكن بعضهم عبر بالضمير بدلا عن الظاهر فقال : ويندب أن يقف عند رأس الذكر بحيث يكون معظمه على جهة يمين الإمام. ومن هنا حصل التصرف في العبارة ونشأ الغلط، فظن بعضهم أن الضمير في قوله معظمه يعود على الميت حتى أن بعضهم عبر بالظاهر بدل المضمر على هذا الفهم السيئ فقال : بحيث يكون معظم الميت عن يمين الإمام. وهذا كله غلط وسوء فهم. وإنما المراد أن يكون معظم رأس الميت الذكر عن يمين الإمام ليحصل كمال المحاذاة المطلوبة. ومما يؤيد أن ما قلناه هو الصواب وأن عبارة الفقهاء هي خطأ ناشئ عن سوء الفهم وتداول الأيدي للعبارة أنهم قالوا إذا صلى على القبر أي فيقف عند موضع رأس الرجل وعند موضع عجيزة المرأة. وقد ثبت أن النبي صلى الله عليه وسلم صلى على قبر رجل ووقف عند موضع رأسه، وعلى قبر امرأة ووقف عند موضع عجيزتها. فلو كان الحال كما يقول بعض أهل الحواشي من الفقهاء إن رأس الذكر عن يسار الإمام لكان المصلي على القبر مستدبرا للقبلة، فصلاته باطلة. وحاشا النبي صلى الله عليه وسلم أن يصلي صلاة باطلة مستدبرا للقبلة، وحاشا السلف الصالح بل حاشا المسلمين أجمعين من ذلك. فيا من يقول إن رأس الذكر يكون مما يلي يسار الإمام، إفرض أنك تصلي على رجل في قبره بهذه الكيفية، وتصور وتخيل نفسك تماما، فلاتجد نفسك حينئذ إلا مستدبرا للقبلة. فعبارة المتون والشروح كلها مقصورة على ما هو المفهوم من الحديث فقط، فيقولون : ويندب أن يقف عند رأس الرجل وعجيزة المرأة للإتباع. أما قول بعض أهل الحواشي إن رأس الرجل من جهة يسار الإمام فلا أصل له ولا دليل عليه، بل قد يؤدي في بعض الحالات إلى بطلان الصلاة كما لو صلى على القبر كما سبقت الإشارة إليه. فهذا هو القول الصحيح في المسألة وعليه عمل الناس في جميع الأمصار.

Catatan Kami:
1. Islam sangat menghargai perbedaan pendapat
2. Untuk menyikapi perbedaan pendapat harus arif dan bijaksana. Apabila perbedaan pendapat tersebut dalam hal furu’iyyah maka sebaiknya memilih pendapat yang paling membawa kemaslahatan.
3. Demikian beberapa pendapat yang dapat kami kumpulkan apabila ada kekurangan atau kesalahan dalam tulisan ini kami mohon koreksi demi kebaikan dan kebenaran.

الحمد لله رب العالمين
Writed by Pak Syeh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar