Minggu, 22 Desember 2013

ahlussunnah wal jamaah annahdliyah

AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH

A. PENDAHULUAN
Satu islam banyak pemahaman dan pandangan, demikianlah kenyataan sejarah perjalanan islam yang pada gilirannya perbedaan pemahaman dan pandangan itu bermuara dan terakumulasi dalam mazhab-mazhab dan sekte-sekte baik menyangkut masalah Iman, Islam maupun Ihsan yang tercermin ke dalam disiplin Aqidah, Syariah juga Tasawwuf.
Islam sebagai Syariat Allah yang abadi dimana substansi keagamaannya terdiri dari tiga hal pokok yang sering dikenal dengan Trilogi Islam yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Kebenaran (keshahihan) substansi keagamaan ini sebenarnya bias diukur dengan ukuran baku dari sumbernya, yakni Al Quran dan As-Sunnah. Manakala nafsu manusia tidak ikut intervensi dalam klaim-klaim kebenaran dengan menganggap pendapatnya benar sendiri, karena pada hakekatnya kebenaran itu hanyalah dari Allah bahkan hanyalah Allah sendiri.
Oleh karena itu, perlu memahami konsep pemikiran Ahlussunnah Wal Jama’ah sebagai landasan pikir, pola perilaku, ucap dan sikap sehari-hari dalam hidup dan kehidupan baik pribadi maupun social.

B. PENGERTIAN AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
Ahlussunnah Wal Jama’ah merupakan rangkaian tiga kata yaitu: (1). Ahlun; (2). Sunnatun; (3). Jamaa’atun. Adapun pengertian lebih lanjutnya sebagaimana berikut:
1. Kata “Ahlun” dalam penggunaan sehari-hari mempunyai persamaan kata (synonym) dengan Shaahibun yang artinya pemilik; sahabat akrab.
2. Kata “Sunnatun” ditinjau dari penggunaan istilah dalam islam mencakup:
• Wahyu Allah yang bukan Al-Quran atau segala yang datang dari Rasulullah selain Al-Quran.
• Jika dikaitkan dengan kata “Allah” menjadi Sunnatullah, berarti aturan Allah terhadap alam raya.
• Sesuatu yang diperintahkan oleh islam selain yang wajib.
3. Kata “Jama’ah” yang berlaku organizing kalangan kaum muslimin dari zaman ke zaman mencakup
empat hal utama yaitu:
• Dari sisi pendekatan (manhaji) ialah umat islam yang mengikuti sunnah Rasulullah dan para sahabatnya.
• Dari sisi bilangan (jumlah) ialah golongan yang lebih besar dari ummat islam dengan memegang teguh kelurusan dan kebenaran.
• Dari sisi keluasan dan kedalaman faham (tsiqqah) ialah kuatnya hujjah (argumentasi), keimanan dan keagamaan serta kepatuhannya.
• Dari sisi dasar (asas) ialah mereka yang memegang teguh kepada kebenaran (ah-haq).
Dari uraian pengertian dan penggunaan sebagaimana tersebut diatas, kiranya dapat dirumuskan bahwa: Ahlussunnah Wal Jama’ah ialah golongan islam yang mempertahankan dengan teguh faham aqidah, amalan syariah, dan sikap bathin (tashawwuf)nya mengikuti sunnah Rasulullah dan mengikuti amalan jama’ah Sahabat serta amalan Ulama Salafus Shalih.

C. ASAL-USUL PENGGUNAAN ISTILAH ASWAJA
Penggunaan istilah Ahlussunnah Wal Jama’ah bila ditinjau dari sejarahnya (dan dari pengertian diatas), menurut sebagian ahli sejarah keislaman seperti pernyataan Syeikh Muhammad Rasyid yang terungkap dalam Kitab Minhajus Sunnatin Nabawiyah (Juz 2 : Shohifah 487) sebagai berikut:

وَمَذهَبُ أهْلِ السُّــنُّةِ مَذهَبٌ قـَدِيْمٌ مَعْرُوْفٌ قـَبْلَ أنْ خـَلـَـقَ اللهُ أبَاحَنِيْفـَة َ وَماَلِكاً وَالشـًّافِعِىّ وَأحْمَدَ فَإ ِنًّهُ مَـــــــذ ْهَبُ الصَّـحَابَةِ الـَّذِيْنَ تـَلـَقـَّوْنَهُ عَـنْ نَبـِيِّهـِمْ وَمَنْ خـَالـَفَ ذالِكَ كـَانَ مُبْتـَدِعـًا عِنْدَ أهْلِ السـُّـنَّةِ وَالجَمـَاعَةِ. (منهاج السنة النبوية)
Artinya: “Dan madzhab ahlussunnah wal jama’ah merupakan madzhab lama yang sudah dikenal sebelum Allah menciptakan Imam Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafii dan Imam Ahmad. Karena sesungguhnya ia merupakan madzhab sahabat dimana mereka menerima dari nabi mereka, dan barangsiapa menyalahinya maka mereka merupakan orang yang melakukan bid’ah menurut Ahlussunnah wal Jama’ah”.
Namun istilah Ahlussunnah wal Jama’ah ini belum begitu masyhur di kalangan umat islam. Baru kemudian setelah memuncaknya fitnah organizing dunia Islam, terutama di masa pemerintahan Khalifah Al-Makmun (198-218 H) bani Abbasiyah yang menjadi pendukung dan pejuang setia faham Mu’tazilah. Dengan tampilnya dua Ushuluddin sebagai reaksi terhadap maraknya faham Mu’tazilah atas dukungan Al-Makmun tersebut. Mereka adalah Abul Hasan Al-Asy’ari Al-Bashry (260-324 H) dan Abu Mashur Al-Maturidy, wafat organizing Samarkand (333 H).
Kepada kedua beliau inilah kepeloporan golongan Aswaja dinisbatkan yang kemudian berkembang sebagai madzhab islam yang terbesar dan sangat dominant organizing dunia islam. Sedangkan madzhab-madzhab lain banyak hilang ditelan masa selain madzhab Syi’ah yang memang resmi sebagai madzhab di negeri Persia dan sebagian kecil di Irak, Yordan, Syiria juga di Pakistan.

D. PEMAKAIAN ISTILAH ASWAJA DARI MASA KE MASA

1. Masa Salafus Shaalih (سلف الصالح)
Pada masa Salafus-Shaalih istilah Ahlussunnah Wal Jama’ah itu digunakan untuk menyebutkan golongan islam yang mendahulukan petunjuk Al-Qur’an dan mengikuti Sunnah Rasul (إتباع الرسول) dari pada petunjuk yang lain, sekaligus memeliharanya dengan cara jama’ah.
2. Masa Khalfus Shaalih (خلف الصالح)
Pada masa Ulama’ Khalaf (ulama islam baru) istilah Ahlussunnah Wal Jama’ah digunakan untuk menyebut golongan islam yang selalu memegang teguh As-sunnah dan bergabung dengan Jama’ah Ulama-Ulama yang berusaha mengikis faham-faham Bid’ah di bawah sinar para pimpinan tokoh pembaharuan (تجديد) yang berusaha menghidupkan kembali nilai-nilai yang telah pudar dari amalan-amalan yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits.

E. ASWAJA AN-NAHDLIYAH
ASWAJA mencakup banyak golongan Islam; yaitu golongan yang mengutamakan dan mendahulukan Sunnah Rasulullah إتباع أعمال الصحابة و أعمال التابعين dari pada pemikiran dan amalan lainnya. Atau dengan kata lain “Mendahulukan Wahyu daripada Ra’yu”.
Sedangkan Nahdlatul Ulama adalah golongan Islam yang juga mendahahulu kan wahyu dari pada ra’yu, menempatkan akal fikiran sebagai pembantu dalam memahami wahyu. Namun sebagai organisasi social keagamaan tentu mempunyai karakteristik tertentu. Dimana karakteristik itu disebabkan oleh sejarah, lokasi, atat dan budaya. Sehingga Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah itu secara ringkas dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Substansi Keagamaan
• Bidang Aqidah didasarkan pada Aqidah Aswaja menurut Al-Asy’ari dan Al-Maturidy
• Bidang Syari’ah Amaliyah mengikuti salah satu madzhab empat (Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabalah)
• Bidang Tashawwuf (spiritual) berpegang teguh dengan garis-garis As-Sunnah dengan tokoh panutannya Abul Qosim Muhammad Al-Junaid wafat di Baghdad (297 H) dan Abu Furqah. (disarikan dari pendapat Ibnu Abbas , Said bin Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghazaly: 450-505 H/ 1058-1111 M)
2. Substansi Kemasyarakatan

a. Mabadi’ Khaira Ummah (مبادئ خير الأمـة)
Dalam kiprah kemasyarakatan harus mampu mengembangkan citra diri/ karakter sebagai berikut:
1). الصدق Berkepribadian Jujur dan Tangguh
2). الأمانة Memegang Penuh Amanah dan Bertanggungjawab
3). العدالة Mempunyai Rasa Keadilan
4). التعاون Berjiwa Tolong Menolong
5). الإستقامة Memiliki Integritas Tinggi
b. Maslahatul Ummah (مصلحة الأمّـة)

Dalam upaya berkhidmah untuk kemaslahatan ummat, bisa mengabdikan diri sesuai dengan potensi yang dimiliki demi kesejahteraan masyarakat dalam bidang:
1. Ekonomi; yaitu mengembangkan masyarakat secara terus menerus untuk menuju ke arah peningkatan taraf hidup masyarakat dengan prinsip ekonomi yang halal serta meningkatkan kemampuan masyarakat sesuai dengan potensinya.
2. Pendidikan; masyarakat yang maju ditandai dengan kualitas pendidikannya. Maka peningkatan pendidikan generasi muda baik melalui jenjang pendidikan formal maupun jenis pendidikan lainnya. Tegasnya pendidikan yang berorientasi pada output Kecerdasan Perilaku menuju generasi muda yang mampu Berperilaku Cerdas.

3. Substansi Kebangsaan
Masyarakat islam di Indonesia adalah bagian yang tidak terpisah dari elemen bangsa Indonesia. Atas pemahaman dan pengkajian yang mendalam bahkan comprehensive maka pilihan kenegaraan dan kebangsaan yang diambil adalah “Darus Salam” (دار السلام) bukan “Darul Islam” (دار الإسلام), yaitu Negara bermasyarakat islam, bukan Negara islam. Sehingga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila merupakan bentuk final bagi bangsa Indonesia.

4. Sikap
Sebagai generasi yang tergabung dalam الجمعية الإجتماعية الدينية)) dengan tugas dan tanggungjawab di’ayah (da’wah) dalam peranannya dilandasi dengan sikap:

• التوسط Moderat; menghindari sikap ekstrim dan radikal.
• التسامح Toleran dalam menghadapi perbedaan pendapat/ faham maupun beda agama.
• التوزن Harmoni; memelihara keseimbangan dalam menghadapi hidup dan kehidupan baik individu maupun social, lahir maupun batin lebih-lebih dunia maupun akhirat.

Dalam rangka mempertahankan eksistensinya agar tetap mampu bertahan dan berkembang seirama dengan perkembangan zaman, maka semboyan yang harus dipegang adalah:

المُحـَا فـَظـَـة ُ عـَلىَ القـَدِيْمِ الصـََّالِح وَالأخْذ ُ بـِالجَديْدِ الأصْلاَح

Artinya: Memelihara budaya lama yang masih sesuai (baik), dan mengambil budaya baru yang lebih sesuai (baik).


EMPON NGGE SA’ MENTEN MAWON PON CEKAP ENGKEN MBLIUR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar